Kenal lebih jauh dengan Bujangan Urban
Bujangan Urban bukan nama baru di dunia seni, khususnya street art.
Namanya mencuat berkat karya-karyanya di tembok jalanan. Sejumlah pameran di galeri, hingga virtual pun sudah sempat ia jajal.
Beberapa waktu lalu, USSFeed pun berkesempatan untuk ngobrol langsung dengan street artist yang satu ini. Banyak hal yang kami sempat bahas; dari soal awal kecintaannya melukis di tembok, alasannya menggunakan moniker “Bujangan Urban,” hingga signifikansi format virtual buat karya seni.
Baca juga: Bikin Karya Graphic Art Keren A La Isha Hening? Begini Caranya!
“Gambar-gambar gue di jalan adalah representasi diri gue”
Jauh sebelum ditekuni secara serius, Bujangan Urban mengaku sudah suka menggambar di tembok sedari dulu. Menurutnya, menggambar di tembok memberikan kepuasan yang berbeda.
Buatnya, street art adalah caranya bersenang-senang, sekaligus jadi media ekspresi diri yang jujur. Ia pun menganalogikan karyanya sebagai “iklan” buat representasi dirinya.
Seiring berjalannya waktu, lulusan DKV ini kian mantap untuk fokus ke medium tembok, dengan “Bujangan Urban” sebagai aliasnya. Menurutnya, nama tersebut bukan cuma bisa merepresentasikan diri, dengan tetap mempertahankan unsur Indonesia.
“Jadi ketika lo ke luar (negeri), lo punya jati diri yang lebih kuat.”
Baca juga: Cerita Dibalik Karya-Karya Isha Hening
Karya Bujangan Urban di jalan dan di pameran: apa bedanya?
Berbeda dengan karya di jalan yang jadi medium untuk berekspresi secara bebas, karya seni yang ia buat untuk pameran biasanya disertai dengan riset yang lebih mendalam.
Ia juga merespon positif tren pameran virtual yang bermunculan setahun terakhir. Salah satu alasannya adalah karena format pameran ini bisa menjangkau audiens yang begitu luas.
“Ini bisa punya pengaruh besar [hingga berskala] global. Karena experience yang ditawarkan sepenuhnya berbeda dengan pameran langsung,” ujarnya.
Selain itu, pameran virtual juga punya dampak baik dalam konteks pengarsipan karya, mengingat karya yang ditampilkan akan punya jejak digital.
“Malah bisa terus diomongin hingga berpuluh-puluh tahun kedepan karena aksesnya bisa terus tersedia.”