Child Grooming = Eksploitasi seksual anak?
Belakangan ini, child grooming jadi salah satu topik pembicaraan yang sering dibahas.
Hal ini terjadi karena adanya diskusi tentang romantisasi hubungan dengan beda usia (age gap) yang cukup jauh, di mana salah satunya merupakan anak di bawah umur.
Melansir berbagai studi, grooming singkatnya adalah tindakan yang digunakan oleh pelaku yang bertujuan untuk mendapatkan kepercayaan dari seorang anak maupun walinya, dan bisa berujung pada kejahatan seksual.
Sang pelaku mungkin bisa menggunakan cara-cara pendekatan yang lemah lembut dan terlihat layaknya hubungan dekat biasa. Bagaimanapun, ini bisa jadi cuma jadi modus yang berujung pada eksploitasi seksual anak.
Terus, gimana kalau orang tuanya setuju?
Dalam isu tentang child grooming ini, mungkin kita juga bertanya-tanya: “loh, gimana kalau orang tuanya aja setuju?”
Jawabannya, ya tetap aja namanya child grooming.
Nggak sedikit, kasus ini dilakukan oleh pelaku yang dikenal banyak orang, punya jabatan maupun status sosial yang tinggi. Alhasil, banyak orang (termasuk orang tua korban) yang percaya pada pelaku, dan kasus semacam ini bisa luput dari pandangan kita.
Lebih parah lagi kalau sampai muncul normalisasi, bahkan romantisasi dan glorifikasi.
KPAI pun mengecam terjadinya kasus seorang public figure yang berpacaran dengan anak 14 tahun yang baru-baru ini ramai diperbincangkan. Menurutnya, ini bisa jadi glorifikasi pernikahan usia anak.
“Perkawinan anak berpotensi kuat membuat anak kehilangan hak-haknya untuk tumbuh kembang secara optimal,” ujar Komisioner KPAI, Retno Listyarti.
Apa aja yang bisa jadi red flags-nya?
Memang, mengidentifikasi adanya child grooming itu gampang-gampang-susah.
Pasalnya, semakin lihai sang pelaku menjalankan aksinya, korban secara tak sadar bakal lebih mudah untuk ‘bekerja sama’.
Tapi, nggak ada salahnya kalau kita lebih aware dengan sekitar supaya bisa mencegah hal-hal buruk terjadi pada anak-anak di bawah umur.
Walau terlihat kayak aksi kasih sayang pada umumnya, ada tanda-tanda awal yang bisa jadi red flag:
- Siapa saja bisa jadi pelaku, orang terdekat sekalipun.
- Adanya kontak fisik berlebihan, seperti sentuhan maupun pelukan yang berlebihan.
- Tindakan rayuan untuk melakukan aktivitas seksual, baik secara langsung maupun tak langsung.
- Hadiah yang diberikan tanpa alasan.
- Perhatian dan ketertarikan khusus kepada anak-anak.
What are your thoughts? Let us know!