Mahsa Amini: dugaan kekerasan, protes publik, hingga respon Presiden Iran

Sosok Mahsa Amini jadi sorotan global beberapa waktu belakangan.

Perempuan asal kota Saghez, Kurdistan tersebut menghembuskan napas terakhirnya pada 16 September 2022 setelah ditangkap polisi moral Iran di Teheran karena jilbabnya dianggap tak pantas. Sejumlah saksi mata mengaku sempat melihat penganiayaan dalam kenataan polisi.

Kematiannya pun menimbulkan kontroversi di sejumlah negara, bahkan hingga korban jiwa berjatuhan.

Baca juga: Maluku Utara Dinobatkan Jadi Daerah Paling Bahagia di RI

Respon publik atas kematian Mahsa Amini

Mahsa Amini adalah sosok kelahiran tahun 1990. Ia harusnya merayakan ulang tahun ke-23 pada hari Rabu (21/9) lalu. Ia adalah seorang pecinta musik dan seni etnis Kurdi. Ia juga dikenal sebagai seorang perempuan progresif lulusan universitas ternama yang gemar membaca.

Selepas kematiannya, sejumlah demonstrasi pun muncul di sejumlah titik seluruh dunia; mulai dari Athena, Berlin, Brussels, Istanbul, Madrid, Paris, hingga New York. Dikutip dari Vogue, diperkirakan ada lebih dari 200 ribu demonstran yang turut serta dalam unjuk rasa tersebut.

Didominasi perempuan, demonstrasi tersebut dilakukan dengan berbagai cara; termasuk memotong rambut dan membakar hijab di tempat umum. Bentuk protes tersebut juga viral di jagat maya hingga memicu “tren” di Twitter dan TikTok.

Tak jarang aksi tersebut berakhir ricuh. Hingga berita ini ditulis, setidaknya ada 41 orang meninggal di demonstrasi kematian Mahsa Amini.

Baca juga: Makanan dan Minuman Manis Penuh Gula Ada di Mana-Mana, Ada Aturannya di Indonesia?

Respon pemerintah

Perlu diketahui, pemerintah Iran memang sudah mewajibkan hijab sejak revolusi Islam pada tahun 1979. Negara tersebut bahkan menugaskan polisi moral yang dikenal dengan sebutan Gash-e Ershad untuk memastikan hukum Islam diterapkan dengan ketat di negara tersebut.

Menanggapi tudingan kekerasan terhadap Mahsa Amini, pemerintah membantah melakukan aksi kekerasan.

Namun ayah Mahsa Amini, Amjad Amini,  tidak bisa melihat rekaman kamera penangkapan anaknya karena “kamera sang polisi tengah kehabisan baterai.”

Keterangan divisi forensik juga menjelaskan bahwa pihaknya tidak menemukan adanya luka atau memar di bagian kepala, wajah, tengkorak dan mata.

Namun di sisi lain, Amjad mengaku tidak diperbolehkan melihat jenazah anaknya (yang sudah dibalut kain), tapi sempat melihat adanya memar yang mencurigakan di bagian kaki.

“Kami tidak akan membiarkan adanya risiko keamanan orang dalam keadaan apa pun,” kata Presiden Iran, Ebrahim Raisi, tak lama setelah kembali dari Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (MU PBB) di New York.

“Ada kebebasan berekspresi di Iran. Tetapi tindakan kekacauan tidak dapat diterima,” ujarnya.

Your thoughts? Let us know!