Intrapersonal intelligence

Membahas emosi negatif, apakah lo salah satu orang yang lebih sering denial pada jenis emosi ini?

Mayoritas masyarakat Indonesia cenderung menyangkal munculnya emosi negatif karena dianggap sebagai sesuatu yang perlu disingkirkan.

Mayoritas parenting (pola asuh) masyarakat Indonesia, tidak terbiasa untuk memberikan edukasi soal cara mengelola segala jenis emosi. Hal ini menjadi salah satu faktor pencetus.

Padahal ‘menikmati’ emosi negatif merupakan kecerdasan intrapersonal atau intrapersonal intelligence yang penting untuk dikuasai.

Emosi negatif adalah musuh?

Its Okay Not To Be Okay GIFs - Get the best GIF on GIPHY
via Giphy

Parenting (pola asuh) yang diterapkan masyarakat Indonesia sering kali menolak adanya emosi negatif yang dirasakan sejak kecil.

Hal ini pun sudah berlangsung sejak lama, bahkan terjadi sejak Generasi Boomer dan Y, atau bahkan generasi yang lebih lama lagi.

Sejak kecil kita terbiasa tidak diperbolehkan mengekspresikan saat emosi marah, sedih, kecewa, dll.

Salah satu contohnya adalah saat seorang balita yang menangis terus menerus.

Biasanya para orang tua akan melakukan segala macam cara untuk dapat menghentikan tangisannya.

Padahal jika dilihat dari sisi psikologisnya, seorang balita akan terus menerus menangis sebagai pertanda bahwa dirinya sedang merasakan suatu emosi.

Sayangnya, balita memiliki cara mengekspresikan emosi yang terbatas. Jadi, menangis adalah salah satu cara mereka berkomunikasi.

Dalam acceptance segala jenis emosi negatif, peran orang tua atau keluarga sangatlah diperlukan. Terutama dalam masa tumbuh kembang anak.

Pendapat psikolog

The Best GIFs to Use for World Mental Health Day 2021 | by GIPHY | Medium
via Giphy

Hal ini tidak sejalan dengan apa yang beberapa anggota Ikatan Psikolog Klinis Indonesia pahami sebagai ahli di bidangnya. Seperti contohnya M. Ari Wibowo dari Ikatan Psikolog Klinis Indonesia.

“Yang saya temukan, ketika saya meminta klien saya untuk merasakan perasaan, dia kaget. Merasa kesakitan, lalu panik. Padahal, wajar ketika merasakan perasaan akan muncul perasaan lain dan reaksi fisik,” kata Ari.

“Jadi kalau tidak biasa mengelola rasa dan senang kabur-kaburan, senang have fun doang, jalan-jalan yang dibilang healing padahal cuma refreshing, maka ketika merasakan perasaan, Anda akan kaget. Tapi saya akan bilang itu sangat normal.” ujarnya melanjutkan.

Ari menganggap bahwa kebanyakan dari kita tidak terbiasa diijinkan untuk ‘menikmati’ emosi negatif.

Mengapa acceptance terhadap emosi negatif jadi sangat penting? Alasannya karena hal ini sangat mempengaruhi cara mengelola stres.

Tak sedikit orang yang salah dalam menangani kondisi stres mereka karena terbiasa untuk denial dengan emosi negatif mereka.

Saat seseorang tidak pandai dalam mengelola stres, ini akan berakibat buruk bagi kesehatan mentalnya.

Buat yang belum aware, ga ada kata terlambat buat belajar kok! What are your thoughts? Let us know!