Pasal RKUHP: warisan kolonial, gelandangan, hingga ayam ternak
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) picu kontroversi di mata publik. Bahkan drafnya belum bisa diakses secara publik meski pengesahannya dijadwalkan pada bulan Juli 2022 ini.
“Sampai saat ini belum. Masih diperbaiki. Masih di pemerintah (perbaikan draft RUU KUHP),” jelas Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej.
Hingga kini, publik pun masih terus mendesak pemerintah agar transparan dan membuka draf tersebut mengingat RKUHP masih memuat pasal-pasal yang bermasalah.
Berikut beberapa pasal yang memicu kontroversi.
- Hina presiden bisa dipenjara hingga tiga tahun enam bulan – pasal 218 RKUHP
Institute for Criminal Justice Reform berdalih bahwa pasal ini tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan tidak sejalan dengan iklim demokrasi.
Perlu diketahui pula, pasal ini pernah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) berdasarkan putusan Nomor 013-022/puu-iv/2006 dengan alasan warisan kolonial.
- Membiarkan unggas ternak berkeliaran di kebun milik orang lain bisa dipidana – pasal 277
Pemilik unggas ternak berjalan di kebun atau tanah yang telah ditaburi benih atau tanaman milik orang lain bisa dipidana.
ICJR menilai bahwa pasal ini perlu dievaluasi relevansinya. Jika memang diperlukan, ada baiknya diatur dalam perda.
- Menghina pengadilan bisa dipidana denda – pasal 280
Mereka yang menghina pengadilan dapat dipidana denda paling banyak kategori II.
ICJR menilai pasal ini sebagai pasal karet dan berpotensi mengekang kebebasan berpendapat.
- Tidak mengawasi hewan peliharaan bisa dipidana 6 bulan – pasal 340
Pemilik hewan peliharaan yang tidak diawasi hingga membahayakan orang bisa dipidana hingga enam bulan.
- Memperlihatkan kontrasepsi terhadap anak kecil bisa dipidana denda – pasal 414
Praktek memperlihatkan, menjual dan menyebarkan kontrasepsi kepada anak bisa dipidana denda.
Pasal ini pun dinilai perlu ditinjau ulang karena bertentangan dengan pengendalian HIV-AIDS.
- Perzinaan bisa dipidana hingga 1 tahun – pasal 417
Orang yang melakukan aksi perzinaan bisa dipidana penjara hingga 1 tahun.
Pasal ini pun dinilai bisa memicu perkawinan anak karena mendorong orang tua menikahkan anaknya untuk menghindari zina.
- Kumpul kebo bisa dipidana enam bulan – pasal 418
Pelaku kohabitasi bisa dipidana enam bulan atau denda kategori II.
Pasal ini dianggap bisa mengkriminalisasi orang-orang yang menikah, namun belum tercatat di negara.
- Gelandangan bisa dipidana denda – pasal 431
Gelandangan dianggap bisa mengganggu ketertiban umum dan bisa dijatuhi pidana denda.
ICJR pun berdalih pasal ini bermasalah karena Pasal34 ayat 1 UUD 1945 menyebut bahwa negara harusnya memelihara fakir miskin dan anak terlantar.
- Melanggar hukum adat bisa dipidana (living law) – pasal 2 dan pasal 595
Mereka yang menentang hukum adat masyarakat bisa dipidana.
ICJR pun menilai bahwa living law berisiko bisa menjadi alasan buat aparat dalam melakukan penghukuman terhadap seseorang yang melakukan tidak pidana.
–
Your thoughts? Let us know in the comments below!