Kenapa Bengong Itu Enak?
Dibilang enak ya memang enak. Dibilang asik ya memang asik.
Mungkin potongan lagu Barakatak tersebut bisa menjelaskan betapa bengong adalah sebuah candu. Siapa yang nggak ketagihan?
Sadar nggak sadar, mau nggak mau, orang ngelakuin itu setiap harinya. Bahkan, menurut sebuah studi dari University of Oregon, selain tidur, orang ngabisin waktu sampe 50% dari aktivitasnya buat bengong.
Lantas, kenapa itu nikmat?
Dalam jurnal Science of Daydreaming, ketika orang bengong, prosesnya dijalankan secara otomatis menggunakan jaringan otak yang bernama default-mode. Default mode ini, adalah proses yang nggak makan banyak energi dan beban.
Sebaliknya, ada jaringan yang namanya executive control yang ngatur masalah pengambilan keputusan. Otak bakal pindah-pindah jaringan, dan pindahnya ini dilakukan secara nggak sadar.
Menariknya, dalam default mode ini otak lebih rileks dan nyaman. Ini juga jadi alasan kenapa rasanya itu nikmat.
Bagaikan Mimpi di Siang Bolong
Secara harfiah, istilah ‘mimpi di siang bolong’ ini merujuk ke aktivitas bengong. Dan kita tahu kalau mimpi tuh diasosiasikan sama aktivitas tidur.
Orang dianggap nggak aktif ketika bengong. Responsnya lamban, kadang nggak ngegubris, ngejawab nggak nyambung, kagetan, semua ini pasti kamu hadepin kalau maksain ngobrol.
Dan sama seperti tidur yang nyenyak, rasanya ‘dibangunin’ pas bengong ini dianggap menyebalkan.
Orang-orang merasa punya kewajiban untuk menyadarkan orang ngelamun. Hal ini mungkin kejadian karena banyak mitos dan anggapan yang beredar di masyarakat Indonesia.
Bengong dianggap bisa bikin kamu kerasukan, dianggap sebagai kondisi ‘kosong’, dan bisa aja hantu masuk dan mengisi. Padahal, dengan logika itu, tidur lebih keliatan rentan dan berbahaya.
Lebih spesifik lagi, kalau bengongnya di depan pintu, katanya kamu akan kesulitan dapat jodoh. Yang ini mungkin bener, soalnya aktivitas ini terlihat menyedihkan dari berbagai perspektif. Bayangin, orang duduk di depan pintu dengan tatapan kosongnya itu.
Mau percaya atau nggak itu kembali ke masing-masing. Tapi, yang pasti secara scientific bengong itu bukan hal yang buruk lho.
Bengong Justru Bisa Bikin Produktif?
Bengong selama ini dianggap hal paling nggak produktif. Di zaman industri yang sangat-sangat fokus buat output dan produk, bengong dianggap salah satu musuh besar yang harus diperangi bersama.
Padahal, dalam jurnal Science of Daydreaming, dikatakan kalau bengong itu adalah proses kognitif yang sah. Ada proses berpikir, ada informasi yang diolah, dan ada ide yang muncul. Meski kadang idenya nggak masuk akal, tetep aja proses berpikirnya ini valid.
Temuan lainnya adalah, hal ini bisa bikin kamu lebih produktif. Coba saja diingat-ingat, pasti ada pekerjaan yang kamu lakukan tanpa berkonsentrasi terus-menerus ternyata bisa selesai dan hasilnya dapat diterima.
Buktinya, sebuah penelitian yang dilakukan di University of Israel mengumpulkan orang untuk mengerjakan sesuatu di layar komputer. Hasilnya menunjukkan kalau mereka yang mengerjakan pekerjaan tersebut sambil bengong kinerjanya justru lebih baik dibanding mereka yang berkonsentrasi penuh.
Selain itu, proses kognitif yang dilakukan secara terus-menerus ini bakal ngasah kreativitas kamu. Ide-ide brilian bisa saja lahir di tengah bengongmu.
Latihan Bengong buat Meningkatkan Fungsi Otak
Di titik ini, bengong bisa dianggap sebagai upaya relaksasi otak untuk beban sehari-hari. Sebuah kompromi untuk tetap melakukan proses kognitif dengan less effort dan less strain.
Disinyalir, hal ini juga kalau dipicu secara sadar dan optimal bisa meningkatkan fungsi otak.
Kamu bisa mulai latihan dengan cara relaksasi diri di waktu luang, berolahraga agar asupan oksigen ke otak cukup, mengurangi screentime, dan melakukan aktivitas yang melibatkan observasi hal-hal di sekitarmu.
Contohnya, kamu bisa jalan, bepergian sembari melihat banyak hal. Selagi berjalan, biarkan pikiranmu juga berkelana.
—