Buat lo yang suka pura-pura bahagia

Kira-kira lo pernah nggak sih pura-pura bahagia padahal sedang merasakan yang sebaliknya?

Meskipun terdengar melelahkan, ternyata pura-pura bahagia tidak sia-sia lho!

Uniknya, berpura-pura bahagia berpotensi untuk membantu mendorong kebahagiaan itu sendiri.

Charles Darwin sudah lebih dulu mempelajari hal ini

low-angle photo of pink and orange balloons
via Unsplash

Gini, berdasarkan sebuah penelitian di ilmu sains, apabila seorang individu berpura-pura merasa bahagia ternyata bisa mencetuskan kebahagiaan yang nyata dan dapat dirasakan oleh individu tersebut.

Melansir dari Science Alert, pura-pura bahagia sudah menjadi hal yang diteliti oleh Charles Darwin.

Naturalis tersebut mempertanyakan soal berpura-pura bahagia pada 1872 dan meragukan apakah hal tersebut dapat mewakili kondisi emosional dari seorang individu.

“Ekspresi bebas dengan tanda-tanda lahiriah dari sebuah emosi memperkuatnya. Bahkan simulasi emosi cenderung mampu membangkitkan saat ada dalam pikiran manusia,” kata Charles Darwin pada teorinya.

Dari pura-pura bisa jadi beneran?

Forced Laughing GIFs - Get the best GIF on GIPHY
via GIPHY

Tidak hanya Charles Darwin, peneliti lainnya juga turut mempelajari mengenai pura-pura bahagia.

Mereka menulis pada jurnal penelitian bahwa ketika seorang individu tersenyum, hal tersebut akan mengaktifkan proses biologis yang berhubungan dengan kondisi emosi secara otomatis.

“Ada kemungkinan bahwa efek umpan balik wajah yang relatif kecil dapat terakumulasi menjadi perubahan yang berarti dalam kesejahteraan dari waktu ke waktu,” ujar para peneliti pada jurnal mereka.

Sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 1988 beberapa ahli yang diminta untuk memegang pena menggunakan gigi mereka untuk melakukan simulasi tersenyum.

Selain itu, para ahli dalam studi yang sama juga melakukan percobaan yang sama namun memegang pena dengan bibir mereka untuk mensimulasikan ekspresi netral.

“Namun, mengingat bahwa efek berukuran serupa dari gambar positif pada kebahagiaan belum muncul sebagai intervensi kesejahteraan yang serius, banyak (tetapi tidak semua) penulis makalah ini merasa tidak mungkin bahwa intervensi umpan balik wajah juga akan terjadi,” tulis para peneliti.

What are your thoughts? Let uss know!

Image via Unsplash