Virtual Police bukan hanya pantau sosmed, tapi juga WhastApp. Meski demikian Polri tidak melakukan ‘sadap’.
Pekan kemarin, lelaki berinisial AM, warga Tegal, Jawa Tengah diamankan oleh Virtual Police Polres Surakarta. Pemicu utamanya adalah karena AM mengkritik Wakil Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka.
AM disebut menyebar hoaks dan pada akhirnya pasrah mengaku bersalah dan berjanjit tidak akan mengulangi.
Permintaan maaf itupun diunggah oleh akun Instagram Polresta Surakarta
“Masih ada saja warga yang berkomentar tanpa dipikir lebih dahulu. Kalau sudah begini pasti bilang ‘mohon maaf saya khilaf’,” tulis akun tersebut .
Entah bagaimana, dari ratusan komentar yang masuk ke akun @GarudaRevolution kiriman AM dapat terdeksi oleh tim Virtual Police Surakarta dan dikategorikan sebagai hoaks.
Menurut Kapolresta Surakarta, Kombel Pol. Ade Safri Simanjuntak, opini AM disebut bohong dan tidak bisa didiamkan karena menyinggung banyak pihak.
“Komentar tersebut sangat mencederai KPU, Bawaslu, TNI, Polri dan seluruh masyarakat Kota Solo yang telah menyelenggarakan Pilkada langsung sesuai UUD 1945,” pungkasnya seperti dilansir CNNIndonesia.
Sebelum diamankan, Virtual Police lebih dulu berkonsultasi
Lebih lanjutnya Ade mengakatan tim Virtual Police sudah lebih dahulu berkonsultasi dengan ahli bahasa, alhi pidana dan ahli IITE sebelum menangkap AM. Bahkan Virtual Police juga sudah menghubungi AM via DM Instagram.
“Langkah-langkah persuasif tetap kita kedepankan,” pungkas Ade.
Ade mengaku AM diamankan hanya untuk meminta klarifikasi. Menurutnya, AM mengakui komentar tersebut ditujukan kepada Gibran.
Polresta kemudian meminta AM untuk menghapus komentar dan meminta maaf kepada Gibran dan warga solo telah terbuka.
“Yang bersangkutan telah menghapus komentar tersebut dan meminta maaf. Maka pendekatan restorative justice kita ke depankan dalam penangannya,” tuturnya.
Selain medsos, virtual police juga pantau WhatsApp
Sebelumnya, seperti dilansir Detik, Virtual Police disebutkan telah menegur 89 akun media sosial yang diduga melakukan ujaran kebencian, termasuk akun WhatsApp.
Meski demikian, Polri memastikan Virtual Police yang dijalankan Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim tidak menyadap akun siapa pun.
“Bukan di sadap. Ini kita kan mantau, jadi tidak ada kata sadap. Kita ini tujuannya memberikan edukasi, peringata kepada akun-akun yang memberikan posting-an yang sifatnya ujaran kebencian. Kita tidak menyasar, gitu. Tujuannya apa? Memberikan edukasi, peringatan. Jangan sampai, postingan tersebut berpotensi menjadi tindak pidana bagi yang memposting. Tentu efeknya kita cegah,” tutur ujar Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (12 Maret).
Ramadhan menjelaskan, akun WhatsApp tersebut ditegur karena ada yang melaporkan. Caranya, dengan melakukan tangkapan layar terhadap posting-an status WhatsApp. Setelah itu, Virtual Police melakukan pelacakan akun.
“Kalau WA grup kan bisa. Artinya, misal, ini hanya misalnya. Ada di grup itu, kemudian ada yang melapor ke polisi, dia screenshoot. Terus akunnya, dilacak.” tuturnya.
—
Nah, hati-hati deh tuh kalau posting sesuatu di grup. Bukan enggak mungkin ada cepu yang SS terus ngelapor.
Ya pada dasarnya sih lebih berhati-hati aja sebelum posting sesuatu. Jangan kepancing :)