Jalur sepeda permanen dibongkar menjadi ‘wacana’ terbaru yang disampaikan saat rapat kerja Polri dengan Komisi III DPR RI, Rabu (16 Juni).
Terkait hal itu, komintas sepeda Bike to Work lewat Ketua Tim Advokasi, Fahmi Saimima menyebut rencana itu merupakan kemunduran dalam bidang transportasi.
“Kami sangat tidak setuju. Kalau dibongkar pun atas nama pembuat kebijakan, kami terima. Namun, ini sebuah kemunduran terbesar dalam sejarah transportasi di Indonesia maupun dunia,” tutur Fahmi, seperti dilansri Kumparan, Jumat (18 Juni).
Jalur sepeda permanen dibongkar, pertanda kemunduran transpotasi
Menurutnya, jalur sepeda merupakan salah satu simbol kemajuan dan keberadaban kota. Terlebih konsep green city saat ini tengah dikembangkan di seluruh dunia, termasuk DKI Jakarta.
Karenanya, dia meminta komitmen dari para pemangku kebijakan soal keberadaan jalur sepeda. Pasalnya, semua sudah didiskusikan bersama saat evaluasi jalur khusus road bike di JLNT.
“Bahwa kami menghargai setiap keputusan dari pemangku kebijakan. Bukan ranah kami mengomentari pendapat legislatif, silahkan sebaiknya ditanyakan kepada lembaga ekesekutif/pemerintah. Karena tupoksinya bukan di DPR ataupun kepolisian,” pungkasnya.
Hanya penghancuran pemisah, bukan jalur?
Dalam rapat komisi III dengan Polri, Ahmad Sahroni menyampaikan masukan ke Kapolri Jendral Listyo Sigit untuk membongkar jalur sepeda.
Namun belakangan, dirinya menjelaskan bahwa yang akan dibongkar bukanlah jaulurnya, melainkan ‘planter box’ alias pembatas yang terbuat dari beton.
“Betonnya yang dibongkar, bukan jalur marka hijaunya. Karena marka jalur hijau itu sudah benar karena sesuai aturan UU,” pungkas Sahroni seperti terlihat dari unggahan Instagram pribadinya.
Sementara itu, Wakil Gubernur DKI Riza Patria juga mengatakan bahwa pemprov perlu melakukan kajian lebih dalam dalam menentukan perubahan suatu kebijakan, termasuk membongkar jalur sepeda.