Di titik ini, kalian pasti tau (atau mungkin geram) dengan pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang bilang bahwa peristiwa pemerkosaan massal yang terjadi pada Peristiwa Mei 1998 “tidak memiliki bukti.”
Menbud Fadli Zon klaim kasus pemerkosaan massal yang terjadi di tengah Peristiwa 1998 “tak punya bukti” dan “rumor”
Hal ini ia ucapkan dalam sebuah wawancara bersama Uni Lubis di kanal YouTube IDN Times yang diunggah 10 Juni lalu. Tentu, pernyataan tersebut menuai reaksi negatif dari banyak pihak.
“Ada enggak fakta keras? Kalo itu (ada), kita bisa berdebat. Ada pemerkosaan massal? Betul enggak ada pemerkosaan massal? Kata siapa itu (ada pemerkosaan massal)? Enggak pernah ada proof-nya. Itu adalah cerita. Kalau ada tunjukkan. Ada enggak di dalam buku sejarah itu? Enggak pernah ada. Rumor-rumor seperti itu menurut saya tidak akan menyelesaikan persoalan,” kata Fadli Zon.
Komnas Perempuan kritik Fadli Zon
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengkritik dan prihatin terkait pernyataan tersebut.
Komnas Perempuan menyebut, pernyataan tersebut adalah bentuk penyangkalan yang bukan hanya menyakitkan, namun juga memperpanjang impunitas.
Komnas Perempuan mengingatkan hasil laporan resmi Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) terkait Peristiwa Mei 1998 mengungkapkan temuan adanya pelanggaran HAM, yakni 85 kasus kekerasan seksual, termasuk 52 kasus perkosaan.
Bukti-bukti berdasarkan laporan TGPF
Perlu diketahui laporan akhir Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) terkait kekerasan seksual dalam Peristiwa Mei 1998.
Dokumen tersebut adalah produk resmi negara dan menyebut bahwa tindakan kekerasan seksual terjadi di Jakarta dan sekitarnya, Medan, dan Surabaya.
- Dalam kunjungan ke daerah Medan, TGPF mendapatkan laporan tentang ratusan korban pelecehan seksual yang terjadi panda kerusuhan tanggal 4-8 Mei 1998 di antara mana 5 (lima) telah melapor
- Setelah kerusuhan Mei, 2 (dua) kasus terjadi di Jakarta tanggal 2 Juli 1998 dan 2 (dua) terjadi di Solo pada tanggal 8 Juli 1998
- TGPF juga menemukan bahwa Sebagian besar kasus perkosaan adalah gang rape, dimana korban diperkosa oleh sejumlah orang secara bergantian pada waktu yang sama
Kekerasan seksual yang terjadi terbagi 4
Adapun aksi kekerasan seksual tersebut terbagi menjadi beberapa jenis:
- Perkosaan (52 korban)
- Perkosaan disertai penganiayaan (14 korban)
- Penyerangan seksual / penganiayaan seksual (10 korban)
- Pelecehan seksual (9 korban)
Data ini dihimpun dari beberapa sumber seperti keterangan dari korban, keluarga korban, saksi mata, perawat, psikiater, psikolog, pendamping, rohaniawan, hingga dokter.
Temuan TGPF sudah disampaikan kepada BJ Habibie
Dilansir dari ANTARA, Anggota Komnas Perempuan Dahlia Madanih juga mengingatkan bahwa temuan tersebut saat itu telah disampaikan langsung kepada BJ Habibie selaku Presiden RI pada saat itu.
Temuan dari Tim Gabungan Pencari Fakta juga menjadi dasar pengakuan resmi negara terkait fakta kekerasan seksual terhadap perempuan dalam Tragedi Mei 1998, yang ditindaklanjuti dengan pembentukan Komnas Perempuan melalui Keppres Nomor 181 Tahun 1998.
“Komnas Perempuan menyerukan kepada semua pejabat negara agar menghormati kerja-kerja pendokumentasian resmi, memegang teguh komitmen HAM, dan mendukung pemulihan korban secara adil dan bermartabat,” kata Plt Wakil Ketua Komnas Perempuan Sondang Frishka Simanjuntak.
Penulisan sejarah ulang Indonesia
Perlu diketahui pula, saat ini Kementerian Kebudayaan sedang merencanakan penulisan ulang sejarah. Menurut Fadli Zon, penulisan ulang sejarah Indonesia tersebut akan mengedepankan pendekatan positif dan tidak mencari kesalahan pihak-pihak tertentu dalam sejumlah peristiwa sejarah.
“Jadi kita tentu tone-nya itu adalah dalam sejarah untuk mempersatukan kebenaran bangsa. Untuk apa kita menulis sejarah untuk memecah-belah bangsa,” kata Fadli Zon.
Respon Fadli Zon
Menanggapi reaksi negatif dari publik, Fadli Zon pun membuat pernyataan resmi yang diunggah ke laman resmi Kemenkebud di Instagram.
Dalam post tersebut, Kementerian Kebudayaan menjelaskan bahwa “huru-hara 13-14 Mei 1998 memang menimbulkan silang pendapat dan beragam perspektif termasuk ada atau tidaknya ‘perkosaan massal.’ Bahkan liputan investigatif sebuah majalah terkemuka tak dapat mengungkap fakta-fakta kuat soal ‘massal’ ini.”
Meski begitu, tidak ada permintaan maaf dalam pernyataan tersebut.
“Saya tentu mengutuk dan mengecam keras berbagai bentuk perundungan dan kekerasan seksual pada perempuan yang terjadi pada masa lalu dan bahkan masih terjadi hingga kini. Apa yang saya sampaikan tidak menegasikan berbagai kerugian atau pun menihilkan penderitaan korban yang terjadi dalam konteks huru hara 13-14 Mei 1998,” ungkap Menbud Fadli Zon.
“Sebaliknya, segala bentuk kekerasan dan perundungan seksual terhadap perempuan adalah pelanggaran terhadap nilai kemanusiaan paling mendasar, dan harus menjadi perhatian serius setiap pemangku kepentingan,” imbuhnya
TL;DR
- Fadli Zon sebut pemerkosaan massal Mei 1998 “tak ada bukti”
- Komnas Perempuan dan publik mengecam: ini bentuk penyangkalan sejarah
- Laporan TGPF (dokumen resmi negara) catat 85 kasus kekerasan seksual, 52 di antaranya perkosaan
- Negara akui kasus ini; jadi dasar pembentukan Komnas Perempuan
- Kemenkebud klarifikasi: tak menihilkan penderitaan korban, tapi soroti perdebatan istilah “massal”
Let uss know your thoughts!
Nyobain Review Film: Lilo and Stitch (Live Action)
Nyobain Review Film: Jumbo
Nyobain Review Film: The Most Beautiful Girl in the World
Nyobain Review Series: The Trauma Code: Heroes on Call
Feature Image Courtesy of ANTARA FOTO/Galih Pradipta