Departemen Luar Negeri Amerika Serikat minta pemohon visa pelajar untuk membuka akses media sosial untuk tidak di-private
Kebijakan ini dirilis untuk mempermudah proses pemeriksaan dan verifikasi para pemohon. Dilansir dari pernyataan resminya, langkah ini dilakukan untuk melindungi AS dan warga negaranya “dengan menjunjung standar tertinggi dalam hal keamanan nasional dan keselamatan publik melalui proses visa kami.”
“Kami menggunakan semua informasi yang tersedia dalam proses pemeriksaan dan verifikasi untuk mengidentifikasi pemohon visa yang tidak memenuhi syarat memasuki AS, termasuk mereka yang berpotensi menjadi ancaman keamanan Nasional AS,” sebut pernyataan Deplu AS dalam rilis pers Kedutaan Besar AS di Jakarta pada Jumat,” jelas Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, dilansir dari situs resminya.
Berlaku ke siapa aja?
Dilansir dari ANTARA, kebijakan ini diterapkan setelah pemerintahan Presiden Donald Trump menghentikan sementara wawancara visa pada Mei lalu untuk pemohon visa kategori:
- “F” (mahasiswa akademik)
- “M” (mahasiswa kejuruan)
- “J” (pertukaran budaya)
Apa tujuan AS ngatur pelamar visa pelajar sampe ke sosmed mereka?
Surat kabar The Washington Post melaporkan bahwa calon mahasiswa akan diseleksi untuk mengidentifikasi “sikap bermusuhan terhadap warga negara, budaya, pemerintahan, institusi, atau prinsip-prinsip dasar Amerika Serikat,” mengutip isi kawat diplomatik yang dikirimkan ke berbagai kedutaan dan layanan konsuler AS.
Perlu diketahui pula, pemerintahan Trump telah memperketat standar penerimaan mahasiswa internasional, dengan alasan adanya dugaan tindakan antisemitisme dalam demonstrasi mahasiswa yang memprotes tindakan militer Israel di Jalur Gaza, sebagaimana dilansir dari ANTARA.
Kalo pelamar visa nggak nurut, emang kenapa?
- Dilansir dari ABC News, pemohon visa yang menolak membuka akun media sosialnya akan dianggap sedang menyembunyikan aktivitas online-nya
- Akun private dapat menyebabkan peningkatan kewaspadaan, memicu pemeriksaan tambahan yang memperlambat proses visa atau mengakibatkan penolakan visa
Penekanan terhadap aksi pro Palestina
Perlu diketahui pula pemerintahan Trump sempat menunjukkan sikap keras terhadap Universitas Harvard, yang dianggap gagal menghentikan aksi demonstrasi mahasiswa pro Palestina.
Pemerintah menekan kampus tersebut dengan cara membekukan subsidi dan menangguhkan kelayakan institusi itu untuk menerima mahasiswa internasional.
Jameel Jaffer, Direktur Eksekutif di Knight First Amendment Institute di Universitas Columbia, mengatakan bahwa kebijakan baru ini mengingatkan pada penyaringan ideologis era Perang Dingin, ketika para seniman dan intelektual ternama dilarang masuk ke Amerika Serikat.
“Kebijakan ini menjadikan setiap petugas konsuler sebagai penyensor, dan pada akhirnya akan menghambat kebebasan berpendapat yang sah, baik di dalam maupun di luar Amerika Serikat,” kata Jaffer, sebagaimana dilansir dari AP News.
Pemerintah AS juga minta bukti kegiatan yang konsisten sesuai dengan jenis visa yang diajukan
Nggak cuma itu, situs Deplu Amerika Serikat juga menyatakan bahwa setiap pemohon harus membuktikan kegiatan mereka konsisten dengan jenis visa yang diajukan, termasuk niat belajar atau pertukaran budaya dengan benar.
Setiap keputusan pemberian visa merupakan keputusan terkait keamanan nasional AS, karena itu visa diberikan sebagai hak istimewa bukan sebagai hak yang dijamin.
TL;DR
- Pemerintah AS mewajibkan pemohon visa pelajar (F, M, J) membuka akun media sosial (setel ke publik).
- Tujuannya: screening lebih ketat untuk deteksi konten berbahaya, antisemit, atau anti-AS.
- Kebijakan ini bagian dari standar baru keamanan nasional era Trump.
- Kalau akun tetap private, visa bisa ditolak.
- Bahkan kampus seperti Harvard sempat ditekan karena dianggap tak menghentikan demo pro-Palestina.
- AS tegaskan: visa itu hak istimewa, bukan hak yang dijamin.
Let uss know your thoughts!
Feature Image Courtesy of donaldjtrump.com & X/@realDonaldTrump