Rapat Baleg yang digelar secara mendadak pada Rabu, 21 Agustus 2024

Pada rapat Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) memilih untuk menolak mematuhi hasil Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 70/PUU-XXII/2024 terkait syarat usia minimum calon kepala daerah dalam Pilkada 2024.

Pada Rapat Baleg DPR RI yang diadakan secara mendadak pada Rabu, 21 Agustus 2024, memperdebatkan perihal putusan mana yang akan dijalani oleh DPR RI.

Ada dua putusan yang diperdebatkan oleh Baleg DPR RI: putusan MA yang dibacakan pada Mei 2024 vs putusan MK yang dibacakan pada Agustus 2024.

Putusan MA yang kontroversial soal batas usia calon pada Pilkada

Sebelumnya, putusan Mahkamah Agung (MA) yang dibacakan pada sekitar bulan Mei 2024, mengabulkan gugatan yang diajukan oleh Ketua Umum (Ketum) Partai Garuda Ahmad Ridha Sabana dan beberapa pemohon lainnya.

Pemohon mengajukan gugatan terhadap Pasal 4 Ayat 1 huruf d PKPU nomor 9 tahun 2020 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Dan/Atau Walikota Dan Wakil Walikota.

MA mengubah aturan batas usia Calon Gubernur (Cagub) dan Wakil Gubernur (Wagub) menjadi lebih rendah.

Yakni 30 tahun untuk Cagub dan Wagub, serta 25 tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota yang terhitung sejak penetapan Pasangan Calon.

Putusan MK ambang batas berubah dari minimal 20% dan 25% menjadi 7,5%

Sementara itu pada putusan yang dibacakan pada Selasa, 21 Agustus 2024 kemarin, MK mengabulkan permohonan Partai Buruh dan Partai Gelora untuk sebagian terkait ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah.

Dalam Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 MK memutuskan memberikan rincian ambang batas yang harus dipenuhi partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu untuk dapat mendaftarkan pasangan calon kepala daerah (gubernur, bupati, dan walikota).

Menurut MK, “ambang batas” ini maksudnya adalah persyaratan perolehan kursi minimal yang harus dipenuhi saat pencalonan.

Sebelumnya putusan MK mengubah dari yang sebelumnya persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya, menjadi 7,5%.

Ambang batas 7,5 % tersebut didapat dari hasil putusan MK pada Selasa, 20 Agustus 2024 yang mengabulkan gugatan Partai Buruh dan Partai Gelora.

Putusan MK tolak ubah batas usia calon kepala daerah di Pilkada

Dalam putusan MK yang dibacakan pada Selasa, 21 Agustus 2024 tersebut, ada lagi isu selain ambang batas yang disorot oleh banyak pihak, yakni isu batas usia pasangan calon.

MK menetapkan untuk menolak perubahan syarat batas usia untuk pasangan calon kepala daerah dalam Pilkada 2024.

MK secara tegas menyampaikan jika syarat usia calon kepala daerah harus memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

“Artinya, dalam batas penalaran yang wajar, penelitian keterpenuhan persyaratan tersebut harus dilakukan sebelum tahapan penetapan pasangan calon. Dalam hal ini, semua syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU 10/2016 harus dipastikan telah terpenuhi sebelum penyelenggara, in casu KPU, menetapkan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah,” kata Hakim Konstitusi Saldi Isra membacakan pertimbangan hukum Mahkamah dalam sidang pengucapan putusan di Ruang Sidang Pleno MK, yang dilansir dari MK, Rabu, 21 Agustus 2024.

Siaran Peringatan Anomali di TV Indonesia
Siaran Peringatan Anomali di TV Indonesia

Baleg DPR RI pilih tolak patuhi hasil putusan MK dan lebih pilih merujuk putusan MA?

Pimpinan rapat Baleg Achmad Baidowi bahkan menyebut jika putusan MK “hanya menolak gitu aja” dan akhir dari polemik Pilkada 2024 ini sebenarnya tergantung pada pihaknya.

“Itu kan sebenarnya tergantung kita. Perintah di MK itu ya hanya menolak gitu aja kan? Artinya ada yang lebih detail itu di putusan MA,” kata Achmad Baidowi di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, 21 Agustus 2024, dilansir dari Tempo.

Dalam rapat tersebut Achmad bahkan menyampaikan jika keputusan yang akan dipatuhi oleh pihaknya langsung merujuk pada putusan MA, bukan MK.

“Merujuk pada MA ya? Lanjut,” imbuhnya.

Rujukan yang dimaksud oleh Achmad Biadowi alias Awiek di sini adalah Putusan Mahkamah Agung yang dibacakan pada bulan Mei 2024 lalu.


Let uss know your thoughts!