Harvard University baru-baru ini membuat pengakuan atas prestasi perempuan muda asal Indonesia bernama Waitatiri yang bersekolah melalui jalur beasiswa LPDP.

Buku karya perempuan asal Indonesia bernama Waitatiri mendapat pengakuan dari Hardvard University

Keberhasilan Waitatiri bukan hanya sekedar kecerdasannya namun juga karena dedikasinya dalam mengatasi isu sosial yang masih menjadi PR besar di sejumlah negara yakni, bullying.

Jika biasanya tugas akhir yang dipilih merupakan paper atau jurnal, Wai justru lebih memilih membuat sebuah buku.

Ia berhasil menyelesaikan proyek akhir kampusnya dengan menulis sebuah buku berjudul The Missing Colours.

Buku ini berfokus pada dampak bullying terhadap individu, menarik perhatian banyak pihak, baik dari dunia pendidikan maupun masyarakat luas.

“Ketika mempelajari banyak isu pendidikan, saya sangat tertarik dengan isu bullying, karena saya merasa itu salah satu isu yang paling krusial dan paling urgent untuk diselesaikan di Indonesia,” kata Waitatiri dilansir Media Keuangan Kemenkeu Senin, 3 Maret 2025.

Perjalanan berawal dari dirinya yang mendaftar beasiswa LPDP hanya di Harvard

Saat ini Waitatiri menjabat sebagai Head of Marketing di salah satu perusahaan start up di Jakarta.

Perjalanannya studi di Harvard berawal dari kegigihannya untuk mendapat beasiswa Lembaga Pegelola Dana Pendidikan (LPDP) dengan mendaftarkan diri hanya dalam satu kampus sekaligus program studi, yakni Harvard School of Education pada jurusan Learning Design, Information and Technology.

Sempat jadi korban perundunganWaitatiri tertarik jadikan bullying sebagai topik tugas akhir

Perempuan yang akrab disapa Wai tersebut memilih topik tentang education in uncertainty dengan pembahasan soal bullying atau perundungan untuk tugas akhirnya.

Waitatiti mengaku dirinya cenderung tertarik dengan pembahasan mengenai bullying karena dianggap sebagai salah satu isu penting dan memiliki urgensi tinggi untuk segera diselesaikan di Indonesia.

“Ketika mempelajari banyak isu pendidikan, saya sangat tertarik dengan isu bullying, karena saya merasa itu salah satu isu yang paling krusial dan paling urgen untuk diselesaikan di Indonesia,” ujar Waitatiri.

Hal tersebut masih berkaitan dengan pengalaman Wai yang sempat menjadi korban perundungan.

“Saya dulu mengalami bullying di sekolah dan merasa dari dulu bahkan sampai sekarang ketika saya mencari referensi kok enggak ada ya sesuatu yang ngebahas tentang pengalaman seperti saya. Kenapa enggak ada buku yang bisa menemani saya ketika saya menjadi korban? Sampai akhirnya saya harus pulih sendiri. Saat itu saya harus mencari tahu sendiri kenapa saya begini, kenapa saya sampai harus ibaratnya healing sendiri,” terang Waitatiri.

Pada April 2024 buku The Missing Colours resmi jadi kurikulum di sejumlah sekolah di AS

Setelah buku tersebut rampung, dan Waitatiri menyelesaikan studi pada 2023 lalu, dosen di Harvard University tertarik dan langsung ingin menjadikan buku karyanya itu sebagai bahan ajar di Harvard bahkan di Amerika Serikat.

Setelah perjalanan yang panjang, Wai bersama dosen dan satu orang yang mengurus kurikulum akhirnya pada April 2024 berhasil menjadikan buku The Missing Colours resmi menjadi salah satu kurikulum yang diterapkan di sejumlah sekolah di Amerika Serikat.

Tak hanya itu, buku karya Waitatiri tersebut dipajang di situs resmi Harvard bersama sederet bahan ajar lainnya yang bisa diakses secara gratis untuk mahasiswa.


Let uss know your thoughts!