Orang narsis disebut sebuah riset gemar menertawakan orang lain. Namun siapa sangka kalau di sisi lain, mereka justru takut ditertawakan balik oleh orang lain alias ‘vulnerable narcissist’.
Begini tujuan riset
Psychology Today mencatat, vulnerable narcissist ditandai dengan kelakukan gemar mengintrospeksi diri, neurotik (kecenderungan emosi negatif) tinggi, dan perasaan bangga yang berlebihan dan rasa malu yang bergantian.
Perilaku ini rentan terkoneksi dengan rasa ketakutan yang besar akan penolakan dan kencenderungan perilaku antagonistik.
“Dalam mencari jawaban atas konsekuensi sosial dari sifat (narsis) ini, dan pengaruhnya terhadap kesejahteraan, pertanyaan tentang hubungan narsisme dengan kesejahteraan semakin menarik perhatian dalam penelitian.” kata penulis studi Ana Blasco-Belled, seorang peneliti postdoctoral di University of Girona.
Lebih lanjutnya, penelitian ini dilakukan untuk memahami reaksi orang narsi terhadap tawa dan ejekan untuk mereka.
Dilansir dari PsyPost ada 3 istilah untuk mengkategorikan reaksi seseorang saat mengalami ejekan dan tertawaan.
- gelotophobia, di mana seseorang takut ditertawakan dalam situasi sosial dan mungkin menganggap ejekan yang mulanya tidak berbahaya, menjadi sangat pribadi.
- gelotophilia. Tipe orang seperti ini senang jika ditertawakan dan melihatnya sebagai tanda penghargaan atau kesuksesan sosial.
- katagelasticism. Orang-orang dengan kategori ini cenderung untuk menikmati momen menertawakan orang lain.
Ini hasil riset orang narsis
Dalam penelitiannya, Anna Blasco-Belled dan tim melakukan dua studi terpisah.
Adapun penelitian pertama merekrut 419 mahasiswa sarjana. Para peneliti kemudian menilai tingkat narsisme rentan mereka dan disposisi terhadap ejekan dan tawa.
Sementara pada penelitian kedua, direkrut 211 orang dewasa dari Inggris. Mereka merekonstruksi langkah alternatif dari penelitian pertama, termasuk membedakan introversi neurotik dan antagonisme neurotik.
Hasilnya, dalam studi pertama terlihat bahwa gelotophobia (takut ditertawai) dan kategelasticism (ingin menertawakan orang) berkorelasi positif dengan narsisme. Sementara, gelotophilia tidak berhubungan dengan narsisme.
Studi kedua yang melihat aspek antagonistik dan mengisolasi narsisme, menemukan bahwa keduanya terkait dengan gelotophobia. Namun hanyak aspek antagonis yang dikaitkan dengan katagelatsticism.
“Temuan dari penelitian kami menunjukkan bahwa narsisme berhubungan positif dengan rasa takut diejek (gelotophobia) dan berkorelasi negatif dengan kegembiraan menertawakan orang lain (katagelasticism),” kata Blasco-Belled seperti dikutip dari PsyPost.
Tidak mewakili masyarakat umum
Kendati berusaha menemukan bagaimana seseorang dengan narsis rentan menerima ejekan, sayang penilitian ini masih mengalami keterbatasan.
Pasalnya mereka masih menggunakan data self report dari para responden. Selain itu sampel studi juga menjadi masalah karena hanya mencakup mahasiswa bukan masyarakat umum.
“Berdasarkan temuan, penting untuk memahami konsekuensi antar dan intra-personal dari narsisme. Narsisme yang rentan adalah tentang berfantasi dikagumi dan disukai oleh orang lain. Namun, tampaknya lingkaran sosial mungkin menangkap komponen permusuhan dan sebagai akibatnya, tidak menyukai orang-orang ini,” kata Blasco-Belled.