Belakangan ini, viral keluhan tentang tarif parkir bus di kawasan wisata Malioboro Jogja yang harganya mencapai Rp350 ribu.
Ini semua berawal dari sebuah postingan di grup Facebook. Wisatawan dengan username Kasri StöñèDåkøñ itu menyebut harus membayar mahal, padahal hanya parkir selama 2 jam.
Di foto itu, ia juga menunjukkan foto selembar kuitansi buktinya. Sayangnya, pelapor itu malah dapat serangan balik.
Viral parkir bus Rp350 ribu di Malioboro, Wakil Walikota anggap ini pencemaran nama baik?
Wakil Walikota Yogyakarta, Heroe Poerwadi berspekulasi kalau postingan viral itu kemungkinan untuk menjelek-jelekkan Kota Jogja.
“Kalau dianalisa, foto kuitansi itu kan untuk melegitimasi bahwa kejadian nuthuk benar-benar ada. Lalu, bisa juga ya, mungkin ada niat jahat dan menjelek-jelekkan Kota Jogja.” ucap Heroe, mengutip Suara Jogja.
Bahkan, alih-alih introspeksi pengelolaan pariwisata di kota itu, ia malah bilang tak menutup kemungkinan bakal membawa pengunggah kabar ini ke ranah hukum.
“Menipu karena melakukan mark up atau segala macam dan malah membuat laporan palsu di media sosial, nah itu UU ITE otomatis kena.” sebutnya.
Komentar Sandiaga Uno: Mau bikin aplikasi
Menparekraf Sandiaga Uno pun buka suara tentang kasus yang viral ini, melansir Detik.
Ia menyebut ulah oknum parkir itu dengan istilah ‘nggetok’. Katanya, jangan nggetok, biar rezeki tidak dipatok. Pernyataan itu jadi tanda kemirisannya tentang kasus ini.
Ia pun berjanji, bakal membuat sebuah aplikasi pariwisata. Dengan aplikasi itu, wisatawan yang berkunjung ke sebuah destinasi wisata bisa menuliskan review dan komentar soal pengalaman berwisata di tempat itu.
Jadi serba salah…
Dari kedua tanggapan pihak pemerintah di atas, sepertinya tak ada yang benar-benar bakal jadi solusi, — kecuali pembuatan aplikasi itu cukup realistis dan bisa terwujud entah kapan.
Yang paling bikin netizen geram adalah fakta bahwa orang yang mengeluhkan masalah parkir ini malah dapat masalah balik, dengan dalih ‘pencemaran nama baik’.
Si satu sisi, masih banyak parkir ilegal yang bertebaran di wilaya pariwisata. Di sisi lain, sosialisasi soal parkir resmi pun sepertinya belum cukup.
Ini yang bikin bingung. Kalau ada kejadian serupa, apa yang harus kita sebagai wisatawan lakukan, kalau nggak boleh upload ke sosmed?
—
Thoughts?
Baca juga: